Sri Hanuraga Gelar Tur Korea Selatan, Berkolaborasi dengan Eaeon di Album Tribute

Sri Hanuraga juga mendapat kehormatan untuk menata musik sekaligus bermain piano dalam album yang didedikasikan kepada grup legendaris Korea Selatan, Sanulim.
Sri Hanuraga
Sri Hanuaraga dan Namyuol Cho Quartet.
Dok. Sri Hanuraga

Pianis/komponis Indonesia, Sri Hanuraga menggelar tur di Korea Selatan bersama Namyuol Cho Quartet pada 23 hingga 30 Agustus yang lalu. Bagi sang musisi jazz, ini bukan pertama kali ia tampil di Negeri Ginseng. Sebelumnya, ia melakukan tur pada 2012 dan 2018 serta tampil di ICMC (International Computer Music Conference), Hanyang University pada Juli kemarin.

Pada kesempatan kali ini, grup modern jazz yang beranggotakan Namyuol Cho (drums), Janos Bruneel (bass), Daniel Mester (saksofon), dan Sri Hanuraga bermain di sejumlah klab jazz di Seoul dan Daegu, yakni di JazzxOver, Club Evans, Cotton Club, All That Jazz, Live Jazz Café Chunnyn, dan Various Concert Hall. Tur mereka ditutup dengan penampilan di festival Jongno in Jazz, di Seoul.

Selain konser, Sri Hanuraga juga mendapat sebuah komisi dari label BIC Music untuk menjadi penata musik dan pianis dalam album persembahan bagi grup musik cadas legendaris Korea Selatan, Sanulim. Pada album ini, Sri Hanuraga mengaransemen lagu berjudul “It Might Have Been Late Summer” yang akan dibawakan Namyuol Cho Quartet bersama penyanyi/produser asal Korea Selatan, Eaeon.

“Senang kembali bertemu dengan sahabat lama dan memainkan musik-musik yang sudah lama tidak dimainkan. Album Namyuol Cho Quartet di sana habis dibeli dan ada pemain-pemain jazz Korea Selatan yang mulai mempelajari permainan dan karya-karya orisinal saya,” kata Sri Hanuraga dalam keterangan yang diterima Billboard Indonesia, Kamis, 12 September.

“Lalu ada satu kejutan, suatu siang, tiba-tiba salah satu pianis jazz favorit saya, Arron Goldberg, mengirim pesan di Instagram karena melihat saya di poster festival (mereka bermain di festival yang sama), kemudian ia bilang dia akan datang menonton. Ia benar-benar datang dan bilang senang sekali dengan permainan saya, ia bahkan menganjurkan untuk mengatur konser duo di Jakarta. Ia juga masih ingat dengan album-album saya yang ia dengar waktu di Bali,” ungkap pria yang akrab disapa Aga.

Sri Hanuraga dan Namyuol Cho Quartet saat tampil di Korea Selatan.
Dok. Sri Hanuraga

Dalam tur tersebut juga terungkap banyaknya klab jazz di Seoul, Korea Selatan. Menurut Aga, klab jazz di sana layak dari segi peralatan maupun tempat. Setiap klub punya grand piano yang cukup baik.

“Yang mengejutkan, penonton selalu penuh walaupun di hari biasa, dan mereka dari kalangan muda. Mereka tidak enggan membayar tiket masuk dan mengeluarkan uang untuk membeli makanan dan minuman. Yang menarik juga adalah program dari klub-klub jazz-nya, musik yang dimainkan rata-rata adalah karya original musisinya dengan gaya modern jazz, mereka bukan sekadar memainkan cover. Ini menurut saya ruang bertumbuh yang masih tidak dimiliki di Indonesia,” Aga menuturkan.

Dengan terselenggaranya tur ini, Aga berharap jejaringnya dengan ranah musik jazz di Korea Selatan terbuka lagi, karena sebelumnya sejak 2018, dirinya mulai aktif berjejaring dengan musisi Korea Selatan namun terkendala pandemi COVID-19.

“Dari jejaring ini saya juga berharap muncul saling silang referensi antara musisi jazz Indonesia dengan Korea Selatan, saya ingin terjadi semacam decentering referensi, supaya jazz tidak selalu mengacu ke musisi Amerika saja. Saya tertarik untuk lebih menggali upaya-upaya berbagai musisi di Asia bernegosiasi dengan tradisi jazz,” Aga berharap.

Namyuol Cho Quartet sendiri terbentuk tahun 2011. Ketika Sri Hanuraga menyelesaikan studi magisternya di jurusan Jazz Piano Performance di Conservatorium van Amsterdam, ia didapuk oleh Namyuol Cho untuk bergabung dengan grupnya dan merekam album pertamanya, Sketches of The Old World.

Album tersebut dirilis oleh label BIC Music pada 2011. Untuk mempromosikan album pertamanya, grup ini tampil di Djarasum International Jazz Festival dan EBS TV. Penampilan mereka mendapat sambutan yang sangat baik. Kemudian pada 2018 mereka melakukan tur Korea Selatan yang kedua dalam rangka peluncuran album kedua, Conservation Conversation.

Pada kedua album tersebut Sri Hanuraga tidak hanya berperan sebagai pianis, ia turut menyumbangkan beberapa komposisinya untuk direkam. Sri Hanuraga adalah pianis dan komponis yang memiliki latar belakang musik jazz. Karyanya menerabas sekat-sekat genre serta mengeksplorasi kebudayaan Indonesia dan humanisme digital.

“Di ICMC 2024 menarik sekali, karena bisa melihat komponis-komponis terdepan dunia menunjukkan penemuan-penemuan mutakhir. Ternyata musik sudah berkembang sangat jauh sekali melebihi dari apa yang diketahui masyarakat umum, sayangnya temuan-temuan ini tidak terdiseminasi dengan baik karena tidak ada ruang antara yang menjembatani yang eksperimental dengan populer,” Aga menceritakan.

Di luar kolaborasinya dengan berbagai musisi kenamaan Indonesia dan mancanegara, ia juga berkolaborasi dengan seniman dari disiplin lain, antara lain penyair Goenawan Mohamad, performance artist Melati Soeryodarmo, pelukis Hanafi dan koreografer Josh Marcy. Selain membuat karya, ia juga merupakan seorang pendidik musik. Sejak 2015 ia bergabung sebagai pengajar UPH Conservatory of Music dan sejak 2020 ia memimpin peminatan Jazz and Pop Performance.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

 

PMC

Billboard Indonesia is published under license from Penske Media Corporation. All rights reserved.
Billboard name and logo used by permission of Penske Media Corporation.
Powered by TNGR