Dari sisi hukum, Prof. Dr, Ahmad M Ramli mengungkap beberapa putusan pengadilan terkait penggunaan AI. Menurut dia, pengadilan Australia, Inggris dan Amerika Serikat memutuskan bahwa AI bukan subjek hukum sehingga karya AI tidak bisa dituntut. Tidak ada yang mengakui karya AI meskipun di aplikasinya selalu tertulis ‘hak cipta dari lagu ini milik Anda’.
“Persoalannya bukan kepada orang boleh atau tidaknya menggunakan AI. Tetapi, bagaimana fairness yang dibangun ketika orang menggunakan AI untuk menciptakan lagu. Oleh karena itu, pendekatannya adalah AI terus kita dorong untuk jadi tools yang baik untuk para musisi. Di sisi lain, hak ekonomi dan hak moral pencipta lagu juga dilindungi dengan baik. Jadi pendekatannya adalah lisensi dan pemenuhan hak-hak seorang pencipta, komposer, dan hak terkait,” Prof Ahmad menuturkan.
Meski tidak ada kesimpulan terkait penganugerahan karya AI, hasil dari seminar ini akan jadi masukan berharga untuk Anugerah Musik Indonesia apakah karya AI akan diadopsi sebagai salah satu kategori AMI Awards untuk tahun depan atau tidak sama sekali.
“Tujuan acara ini adalah bagaimana AMI harus bersikap untuk tahun depan. Kalau ada banyak karya yang dibuat full dengan AI atau setengah AI. Jadi, kami mencari berbagai macam pendapat melalui seminar ini. Sejauh ini banyak sekali masukan, termasuk refensi dari Grammy Awards,” kata Ketua Umum AMI, Candra Darusman.
Dalam sidang House Judiciary Committee (Komite Kehakiman DPR) tentang AI di Los Angeles Convention Center pada 2 Februari, selama Grammy Week 2024, CEO Recording Academy Harvey Mason Jr. membahas potensi manfaat dan tantangan dari teknologi AI yang berkembang pesat dan dampaknya terhadap industri musik. Mason Jr. menjelaskan tentang sifat ganda AI, menyoroti potensinya untuk inovasi di samping tantangan dan ketidakpastian yang menyertainya.
“The Recording Academy bergerak dalam bisnis merayakan keunggulan dan kreativitas manusia,” Mason Jr. berbagi dalam kesaksian pembukaannya. “Itulah yang menjadi perhatian terbesar saat kami menyusun kebijakan Grammy Awards. Kami memahami bahwa AI adalah bagian dari industri kami dan akan tetap ada, tetapi pedoman penghargaan kami tetap setia pada misi kami untuk menghormati orang-orang di balik musik yang sangat kami cintai. Hanya kreator manusia yang memenuhi syarat untuk diajukan untuk dipertimbangkan, dinominasikan, atau memenangkan Grammy Awards.”
Jika AMI Awards mau mengikuti aturan Grammy Awards, sampai saat ini, sesungguhnya belum ada rincian tentang bagaimana The Recording Academy membuktikan jika Artificial Intelligence digunakan dalam karya musik. Juga, apa sebenarnya yang dianggap “lebih dari de minimis” terkait elemen manusia. De minimis adalah asas hukum yang memperbolehkan masalah-masalah yang berskala kecil atau tidak cukup penting untuk dikecualikan dari suatu aturan atau persyaratan. Tampaknya, masalah ini akan menjadi “pekerjaan rumah” yang besar buat AMI.