Sementara itu, Damon Albarn dari Gorillaz dan Blur menyebut Artificial Intelligence tidak masuk akal. Dan siapa pun yang punya cukup waktu untuk membuat cover AI adalah orang bodoh. Billy Corgan dari Smashing Pumpkins juga mengatakan, AI akan mengubah musik selamanya karena orang lain dapat mempermainkan sistem.
Tantangannya saat ini, tentu saja meminimalkan ‘korban’ disrupsi akibat lahirnya Artificial Intelligence, sekaligus ‘menyulap’ teknologi baru ini agar memberi kemaslahatan, untuk kehidupan yang lebih baik. Karena jika bicara ‘korban’, beberapa artis sudah mengalami ini. Pada Juni 2023, cuplikan cover lagu “Starboy” yang menampilkan suara Selena Gomez beredar. Sang bintang pop tidak tahu-menahu soal lagu tersebut sampai ketika dia mengomentari sebuah postingan Instagram. Dia menyebut versi cover itu “menakutkan”.
Ada pula, band Inggris yang viral setelah menggunakan AI membayangkan seperti apa suara Oasis jika mereka reuni dan merilis album pada 2023. Album delapan lagu yang dinamai AISIS tersebut dikembangkan oleh band indie bernama Breezer. Mereka membuat lagu sendiri, kemudian menambahkan versi AI dari suara Liam Gallagher di atasnya. Noel Gallagher lantas menyebut pembuat album tersebut “idiot”.
Sebelumnya, melalui aturan baru, The Recording Academy dengan tegas melarang musik yang dibuat sepenuhnya oleh AI. Tetapi, karya musik yang mendapat bantuan dari AI diizinkan.
“Hanya pencipta manusia yang berhak diajukan untuk dipertimbangkan, dinominasikan, atau memenangkan Grammy Awards,” tutur pihak The Recording Academy dalam pernyataan resmi, Juni 2023. “Sebuah karya yang tidak mengandung kepenulisan manusia tidak memenuhi syarat dalam kategori apa pun.” Ini berarti, seniman dapat menggunakan AI sebagai bantuan tetapi kontribusi manusia harus yang paling signifikan.
Di Indonesia, Anugerah Musik Indonesia (AMI) kemudian menggelar seminar bertajuk “Penganugerahan Karya AI – Sudah Waktunyakah?” pada Selasa, 13 Agustus 2024 di Aula M. Jusuf Ronodipuro RRI Jakarta. Tujuan seminar ini, untuk memotret sampai mana proliferasi Artificial Intelligence dalam musik saat ini. Khususnya di khasanah musik Indonesia.
Sasaran dari seminar ini adalah tentang bagaimana dunia kreatif menyiasati teknologi AI, bagaimana AMI menyingkapinya, dan apa peran otoritas untuk mengawal evolusi AI tersebut.
Seminar ini menghadirkan enam panelis, yaitu Ramya Prajna Sahisnu (digital creative agency), Diana Silfiani (entertainment lawyer & publisher), Prof. Dr, Ahmad M Ramli (founder Center of Cyberlaw & Digital Transformation, Fakultas Hukum UNPAD), Indra Aziz (musisi & vocal coach), Febrian Nindyo (penyanyi & pencipta lagu), dan Eka Gustiwana (musisi & produser musik).