Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) kembali menggelar acara Bincang Asik Bicara Musik (BISIK-BISIK). Kali ini di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta pada 24 Juli 2024 dengan tema Survive & Thrive Kit For Emerging Musician.
Dihadiri hampir seluruh pengurus FESMI yang diketuai oleh Yovie Widianto plus para peserta, acara ini menyajikan topik-topik diskusi menarik. Seperti Kontrak Perlindungan Profesi, Musicpreneurship, dan Berkolektif sebagai Kebutuhan.
“Saya selalu punya keyakinan bahwa bangsa ini akan cerdas jika disajikan musik-musik yang cerdas. Bagaimana musik yang cerdas? Tidak terbatas pada genre. Musik dangdut, pop, jazz, tradisional, dan lain-lain. Kita harus perjuangkan di semua lini industri kreatif dan me-monetize karyanya agar bisa menghasilkan hal baik untuk ekonomi Indonesia. Untuk itu menjadi penting untuk berserikat dan bergabung ke FESMI,” kata Yovie Widianto membuka acara BISIK-BISIK.
Dalam edisi kali ini, hadir Noor Kamil (MASPAM Records), Riko Prayitno (Mocca), dan Mentari Novel (penyanyi solo) sebagai narasumber yang menyajikan diskusi tentang tantangan dan cara bertahan di industri musik.
Dipandu oleh Endah Widiastuti (Direktur Pelatihan dan Pemberdayaan FESMI) sebagai moderator. Pengalaman ketiga narasumber tersebut di industri musik memberi gambaran tentang bagaimana menghadapi realita bisnis dan cara berpromosi yang tepat.
“Hal yang paling menarik dari satu karya adalah unsur yang ‘beda’ dan tidak mengikuti tren. Bukan berarti langsung boom, tapi karya itu akan menemukan komunitas dan market barunya. Yang terpenting itu loyal fans karena mau beli merchandise dan lagu. Aiming-nya harus step by step. Tetap bikin timeline dan terus beraktivitas,” kata Noor Kamil mengungkapkan.
Ia juga menjelaskan tentang bagaimana sebaiknya musisi melakukan promosi di media sosial. Menurut pria yang berada di balik kesuksesan Pamungkas ini,
treatment musisi di medsos sebaiknya tidak hanya melakukan mirroring, karena setiap platform punya karakter berbeda.
“Disarankan tidak harus aktif di semua medsos. Pilih mana yang disukai musisinya. Kalau suka nulis, ya fokus di Twitter (sekarang X). Kalau suka visual, di IG. Suka ‘nyampah’, ya di Tiktok. Yang wajib itu di YouTube, bikin video lirik. Enggak harus fancy. Tapi itu disukai fans,” ia menuturkan.
Ia lantas menyentil tentang pentingnya strategi promosi. Dalam hal ini, musisi atau label rekaman disarankan untuk mengirim siaran pers (press release) ke media pers pada hari peluncuran karya agar promosinya serentak.
“Campaign atau promosi itu cukup pada H-1. Tidak perlu lagi ada istilah H-7, H-3 atau lainnya. Lebih bagus lagi ketika lagunya sudah ada. Di hari H. Jadi pas promo, lagu ada, tinggal di-klik, bisa didenger. Press release juga sebaiknya disebarkan ke media pas hari H,” Kamil menambahkan.
Menanggapi, Endah Widiastuti meminta Billboard Indonesia untuk membagikan tips singkat terkait waktu ideal bagi musisi dan label rekaman dalam mengirimkan siaran pers. Juga, trik-trik lain dalam membuat siaran pers.
Billboard Indonesia mengamini kata-kata Noor Kamil terkait siaran pers yang dikirim ke media pada hari peluncurkan lagu. Hanya saja, ada penekanan dalam hal naskah yang ditulis agar informasi yang disampaikan tidak menyimpang.
“Tidak lagi menggunakan kata ‘akan’ karena lagu tersebut sudah dirilis. Culture dunia media pers sekarang sudah mengalami pergeseran. Banyak media pers yang mewajibkan wartawannya untuk membuat 10-12 berita per hari, akibatnya tidak sedikit yang langsung menayangkan naskah press release tanpa mengedit atau hanya melakukan sedikit editing. Sangat disayangkan memang, tapi itu yang terjadi sekarang. Banyak yang sering missed dengan kata ‘akan’ tadi. Kalau sudah begitu kan informasinya jadi tidak akurat. Untuk itu, sebaiknya press release yang dibuat sudah benar-benar jadi dan informatif. Dan tidak hanya dua atau tiga paragraf,” perwakilan Billboard Indonesia menjelaskan.
“Selain itu, terkait foto. Sebaiknya sediakan foto yang proper, standar promosi, dan hires (high-resolution). Bukan foto yang buram atau seadanya. Dan foto-foto dengan format landscape lebih diperlukan ketimbang portrait. Bayangkan, kami menerima 10-15 press release setiap hari. Dan itu tidak mungkin kami tayangkan semua. Apalagi kalau press release dan fotonya tidak sesuai dengan standar redaksi kami. Dan saya yakin setiap media juga punya kebijakan yang kurang lebih sama,” ia melanjutkan.
Dalam dialog interaktif tersebut juga mengemuka isu kontrak kerja dan hukum, hingga pengetahuan seputar industri musik lainnya. Fokus perlindungan hukum dan BPJS Ketenagakerjaan menjadi dua fokus utama yang diberikan FESMI kepada anggota-anggotanya. Dengan dua hal ini, harapannya musisi dan pencipta lagu bisa berkarya lebih baik lagi dan menghasilkan karya-karya yang berdampak bagi dirinya dan Indonesia.
Ada juga pembahasan mengenai fenomena kontrak 360, yakni salah satu jenis kontrak antara musisi independen dan perusahaan musik, seperti label rekaman. Secara sederhana, ini berarti label rekaman terlibat dalam setiap bagian karier musik seorang musisi, bukan hanya album atau lagunya melainkan juga termasuk uang yang dihasilkan musisi tersebut baik dari konser, penampilan, merchandise, dan juga yang lainnya.
Angka “360” dalam jenis kontrak ini hanya mewakili lingkaran penuh karier musik seorang musisi yang jadi bagian dari label tersebut (yang akan mencakup hampir semua hal). Kontrak semacam ini jadi lebih umum karena cara orang membeli dan mendengarkan musik banyak mengalami perubahan.
Kini, dengan layanan streaming dan unduhan digital, menghasilkan uang hanya dari penjualan album tidak semudah dulu. Pada dasarnya, itu mustahil. Jadi, label rekaman besar dan musisi menemukan cara lain untuk belajar, dengan kontrak 360 yang menyatukan semua cara menghasilkan uang yang berbeda ini dalam satu perjanjian.
Bagi musisi independen, kontrak 360 bisa sangat membantu karena itu berarti dia mendapatkan dukungan dari label rekaman di banyak area berbeda. Tidak hanya membuat musik. Label rekaman dapat membantu mempromosikan konser musisi tersebut, mendesain dan menjual merchandise, dan menemukan perusahaan yang ingin meng-endorse mereka.
Namun, itu juga berarti label rekaman mendapat bagian dari hampir setiap cara musisi menghasilkan lebih banyak uang. Jadi, penting bagi musisi untuk berpikir dengan hati-hati dan memahami semua bagian dari kesepakatan 360 sebelum menandatanganinya.
“Kontrak 360 membuat posisi tawar jadi tidak seimbang. Siapa yang berperan menjadi apa dan siapa yang dijadikan pekerjanya, jadinya bias. Bagaimana caranya punya posisi tawar? Masuk FESMI. Ikut berserikat,” ujar direktur hukum Panji Prasetyo menjawab pertanyaan tentang fenomena kontrak 360.
Lebih dari 50 partisipan yang hadir menyimak secara penuh dialog ini hingga acara berakhir pada pukul 17.00 WIB. Acara ini terselenggara berkat dukungan LPS, BPJS Ketenagakerjaan, dan Galeri Indonesia Kaya.