Astrid, yang dikenal dengan lagu-lagu pop ballad yang mellow, kembali dengan single anyar bertajuk “Silakan” pada 28 Juni 2024. Melalui single ini, penyanyi solo perempuan kelahiran Surabaya, Jawa Timur ini menggoreskan babak baru sebagai musisi independen lewat dukungan Infinity Music Group.
Mengawali karier di bawah naungan label rekaman Sony Music Indonesia ketika ia mendapatkan pengakuan yang signifikan, dan kemudian beralih ke My Music, Astrid kini terlihat nyaman mengeksplorasi kebebasan berkreasi dan ekspresi pribadi dalam karyanya.
Dikemas dengan vokal khas Astrid yang santai dan menyentuh hati, single “Silakan” bertujuan untuk menarik perhatian pendengar secara mendalam. Diciptakan oleh Zack The Jackman dengan kontribusi lirik dari Astrid, “Silakan” semakin diperkuat oleh talenta produksi Adrian Martadinata dan Ivan Dewanto yang sukses mengukuhkan beban emosi, kesedihan, dan sakit hati seseorang yang ditinggalkan kekasihnya.
Perempuan bernama lengkap Astrid Sartiasari ini memulai karier musiknya pada 2003 dan kali pertama dikenal publik lewat single “Ratu Cahaya” yang bersemayam dalam album soundtrack film Tusuk Jelangkung. Melalui album debut self-titled yang dirilis satu tahun berselang, popularitasnya melonjak dengan kehadiran single “Jadikan Aku yang Kedua” pada 2007.
Selama bertahun-tahun, Astrid merilis beberapa album sukses seperti Jadikan Aku yang Ke-2 (2007), Lihat Aku Sekarang (2010), dan Terpukau (2013) serta single hitnya antara lain “Mendua”, “Tentang Rasa”, dan masih banyak lagi. Selain bersolo karier, Astrid juga pernah berkolaborasi dengan berbagai artis, antara lain dengan Saint Loco dalam lagu “Kedamaian”, dan berduet dengan Tim Hwang, penyanyi ternama Korea dalam “Saranghamnida”.
Setelah merilis berbagai single cover, antara lain “Semua Tak Sama” milik Padi (September 2023) dan “Tak Ingin” dari Wong (Desember 2023), Astrid kini kembali menggalau lewat “Silakan”. Lagu tersebut mengusung tema kesedihan dan patah hati seorang perempuan, yang menggambarkan perasaan menyerah sekaligus pasrah saat pasangannya memutuskan untuk pergi. Namun, terlepas dari rasa sakit dan ketidakpastian, dia bertahan dan mendoakan kebahagiaan untuknya.
Lebih jauh tentang single terbaru Astrid, “Silakan”, simak wawancara eksklusif Billboard Indonesia dengan penyanyi yang juga pernah berduet dengan Andi /rif dalam lagu berjudul “Ku Mau Kamu Selamanya” dan berkolaborasi dengan band Cokelat di lagu “Wajar” ini.
Apa yang membuat single “Silakan” spesial buat Anda?
Ini single yang dari awal bikin sampai rekaman konsepnya dipikirkan banget. Istilahnya, aku harus bertanggung jawab. Kalau dulu kan kebiasaan di label udah tau beres. Udah tinggal nyanyi aja. Kalau sekarang, kontribusi aku lebih (banyak). Dari lagu pun, meskipun bukan aku yang menciptakan, aku ikut “mengacak-acak”. Sangat terlibat. Untungnya, yang bikinnya enggak masalah dengan hal itu, jadi akunya ikut ngonsepin juga sampai buat video klipnya juga. Sebetulnya agak-agak deg-degan sih. Aku pengin jadi sesuatu di lagu ini. Tahun lalu itu kan aku ngerilisnya single-single cover gitu. Lagu “Semua Tak Sama” Padi sama “Tak Ingin” Wong. Nah, jadi, single baru ini benar-benar lagu baru. Jadi agak deg-degan.
Bisa jelaskan dengan istilah “mengacak-acak” yang Anda maksud?
Iya. Sebetulnya secara melodi vokal, lagu “Silakan” ini masih sama dengan versi yang awal. Tapi, dari sisi lirik ada penambahan dan pergantian, dan aku yang eksekusi. Ya, pengin lebih jelas aja. Lirik awalnya baru sepotong, jadi aku melengkapi. Ini lagu karya Zack. Ini lagu yang dia ciptakan udah lama. Kata dia, waktu dia bikin lagu ini, dia ngerasa lagu ini cocok buat saya. Pas saya coba nyanyi, ternyata memang pas.
Saat Anda menambahkan lirik ke dalam lagu ini, apakah temanya jadi disesuaikan dengan kisah pribadi Anda?
Aku kalau denger lagu yang bakal aku bawakan atau rilis pasti aku juga harus tahu ini lagu tentang apa. Makanya itu kemarin banyak penyesuaian lirik. Aku rasa, aku pernah mengalami apa yang ada dalam lirik lagu ini ya, waktu zaman dulu. Ini kan ceritanya tentang ketika pasangan kita sudah tidak ada rasa lagi sama kita. Aku sempat bertanya-tanya; “Memang ada ya pacaran enggak ada rasa? Apa bosan atau apa?” Tapi, oh ternyata aku ngerasa pernah ngalamin ini. Lagu ini kan tentang “Aku yang ditinggalin”. Aku korbannya. In real life, aku pernah ngerasa seperti itu. Dan ternyata, ini hal umum ya. Dalam pernikahan pun ada. Tapi aku belum ngalamin, loh… Ternyata, ada ya hubungan yang tiba-tiba enggak ada rasa? Dan akhirnya, ya sudahlah, kita relakan saja. Kita ikhlaskan aja biar dia bahagia. Mungkin dengan orang lain atau apa lah.
Perbedaan mencolok single ini dengan single-single sebelumnya?
Sebetulnya sama sih. Pop ballad… Cuma, memang dari beberapa tahun terakhir ini aku tidak mengeluarkan karya yang seperti ini lagi. Jadi sejak sama label My Music aku kan sendirian (independen), nah aku agak bereskperimen dengan lagu-lagu yang “enggak Astid yang biasanya”. Ada lagu yang judulnya “Melawan Arus Jakarta”, itu tentang isu sosial. Dan sekarang ini aku kembali ke roots aku, yang galau gitu. Sebetulnya, mungkin pendengar akan bilang “Astrid memang bakal begini lah”, cuma aku agak terkejut waktu lagu aku yang “Mendua” yang dirilis beberapa tahun yang lalu itu meledak lagi di TikTok. Aku juga enggak ngerti, kok bisa gitu? Berarti, ini penggemar aku yang lama yang sedang bernostalgia. Tapi, kok bisa kembali viral? Ternyata, tema itu yang sedang dialami mereka. Yang diduakan lah, yang apa lah… Lagu “Silakan” ini sebetulnya bisa dibilang kelanjutan dari “Mendua” itu. Ya kebetulan aja sih lagu itu (“Mendua”) meledak lagi, dan aku udah mau ngeluarin lagu ini (“Silakan”).
Ada referensi tertentu saat menggarap single ini?
Lebih ke pengalaman aja. Aku kan udah lumayan lama juga ya nyanyi, ada 20 tahun kali ya. Jadi ada, misalnya, cara nyanyi pada saat rekaman ada yang dibikin berbeda dari sebelumnya. Kalau lagu yang galau ini kan sebetulnya udah biasa (buat aku). Cuma, aku pengin ada sedikit yang beda. Jadi, lirik per lirik itu benar-benar dikulik banget.
Perbedaan cara bernyanyi yang seperti apa?
Sebetulnya bukan karakter ya… karena itu akan tetap sama. Tapi lebih ke range. Kalau dulu aku selalu ambil nada tinggi. Tapi bawahnya enggak dapat. Kalau sekarang, bawahnya dapet. Jadi justru malah lebar. Akhirnya, karena bawahnya dapet, jadi nyaman di sini aja. Sebetulnya itu harus dilatih terus kan. Cuma, karena akhirnya membawakan lagu-lagu yang nyaman di range vokal bawah, jadi kebawa terus, yang tingginya ya kadang-kadang aja. Karena lagu-lagu aku juga kan kadang-kadang dari nada rendah ke tinggi juga. Kalau dulu kan di atas terus, bawahnya enggak kesentuh. Waktu Edwin (gitaris band Cokelat) ngajakin aku kolab karena Aiu (Ratna, vokalis aat itu) lagi cuti ngelahirin, awalnya juga aku enggak berani. Karena memang vokal aku juga udah berubah. Kalau 10 tahun sebelumnya mungkin aku berani karen hype-nya masih gimana ya… ngerock-nya dapet. Sekarang mah udah enggak. Tapi, menyenangkan sih. Aku kan biasanya solo. Dan sama band ternyata vibe-nya beda.
Pengalaman berharga apa saja yang Anda dapatkan selama proses penggarapan single ini?
Aku memang ingin bekerja sama dengan orang yang sudah aku kenal. Biar nyaman. Dan dia udah tahu maunya aku kayak apa. Jadi aku dibantuin sama Adrian Martadinata (Samsons) dan Ivan Dewanto. Kebetulan mereka itu sudah kerja bareng sama aku sejak lama. Awalnya mereka itu pengiring aku. Pastinya selama menggarap single ini banyak belajar ya akunya. Menarik juga teryata, kerena sebelumnya aku tau beres aja. Sekarang, benar-benar mikirin sedetail mungkin. Jadi, banyak brainstorming sama temen-temen sendiri itu jadi banyak ide yang muncul. Apalagi sekarang kan semuanya serba konten ya. Jadi kita bikin ini, bikin itu. Saya bersyukur banget mereka support, bisa mengakomodir apa yang aku mau.
Ada kendala selama proses penggarapannya?
Tidak ada kendala apapun karena kami menyesuaikan dengan timeline. Dan Brainstorming-nya sudah dilakukan lebih dulu sejak lama. Kalau lagunya kan sudah tercipta sejak 2023. Tapi, baru melakukan penyesuaian lirik itu pada April kemarin (2024).
Apakah “Silakan” jadi petunjuk bakal ke mana arah album Anda berikutnya?
Kemarin sempat terpikir soal album, karena sudah terlalu lama ngerilis single terus. Tapi, masih belum tau ya. Seandainya aku menemukan lagu lagi, apakah lagu itu masih bisa masuk ke album? Karena penginnya album aku itu kan nantinya satu kesatuan. Jadi, aku masih belum bisa cerita soal album.
Ekspektasi Anda dengan dirilisnya single ini?
Semoga lagu ini jadi sesuatu lagi, karena banyak pendengar lama aku penginnya lagu baru aku itu galau kayak dulu. Itu yang mereka kangenin. Jadi, aku berharap, lagu ini sesuai dengan apa yang mereka mau. Bukan hanya ngikutin kemauan mereka ya, tapi di sini juga akunya puas. Secara lagunya dipikirin banget. Semoga saja dengan lagu ini aku ketemu lagi sama pendengar lama aku. Bernostalgia, sekalian mendengarkan lagu baru. Karena pendengar aku yang lama itu taunya lagu lama aja, mereka udah enggak notice sama lagu-lagu baru aku. Kalau Gen Z, aku enggak bisa menebak mereka. Aku masih menargetkan pendengar aku yang zaman dulu. Tapi, karena kemarin lagu “Mendua” juga relate sama Gen Z, aku berharap lagu ini kebawa juga. Karena ini memang sekuel dari kisah dalam lagu “Mendua”.
Rencana terdekat setelah ini?
Selain promosi single “Silakan”, sebetulnya aku ada project lagi yang agak berbeda dari Astrid. Ini project aku sama Adrian Martadinata, enggak menggunakan nama Astrid. Tapi, pakai nama Incircle. ya. Ini project suka-suka yang pokoknya kami berdua kayak ingin keluar dari kebiasaan kami. Memang beda banget sama Astrid. Rencana awal sebetulnya aku sebagai Astrid mengeluarkan musik yang seperti itu. Tapi, beberapa kali nyobain, enggak kesampaian. Kalau menargetkan pendengar Astrid, itu enggak bisa. Jadi, kami bikin Incircle. ini dan sudah rilis satu single (“Lost In A Maze”) Mei kemarin. Kami bahkan sudah menyiapkan album mini (EP). Materinya sudah banyak. Selain itu, ada juga project dengan band dari label Musica. Nanti deh, tunggu aja.
Menengok ke belakang. Apa hal penting yang Anda pelajari di awal karier yang membuat Anda jadi musisi seperti sekarang?
Mau enggak mau, jam terbang itu sangat memengaruhi. Pengalaman menghadapi berbagai macam audiens, karena audiens aku memang agak beragam ya. Kalau di festival itu gimana, di kafe gimana, di gathering company gimana. Jadi, dari yang aku lagi nyanyi mereka pulang ada, dari yang lagi nyanyi mereka makan ada. Waktu kolab sama Cokelat, sambutan audiens sebetulnya seru-seru aja, tapi ada beberapa yang secara langsung bilang dia ngerasa enggak cocok saat aku bawain lagu ini atau lagu itu. Misalnya bilang, “Kurang rock, Mba”. Tapi, ya enggak apa-apa sih. Itu hak mereka, kuping mereka. Jadi, mental aku juga ditempa. Yang awalnya baperan, jadi terbiasa.
Saat ini, bagaimana cara Anda beradaptasi dengan era digital?
Aku sempet kaget juga. Dulu kan kalau ngerilis single itu video klipnya akan ditayangkan di stasiun-stasiun TV, dan semua radio akan memutar single-nya. Aku tinggal duduk manis. Sekarang, udah enggak bisa kayak gitu. Justru, aku harus bikin konten terus. Itu aku agak kaget sebetulnya. Apalagi dengan media sosial TikTok, aku enggak paham awalnya, tapi kan aku mau enggak mau harus bisa. Untungnya aku dibantuin sama tim medsos aku. Aku belajar, sampai akhirnya bisa. Tapi, tetap sesuai idealisme aku. Aku enggak mau sampai jadi orang yang beda banget soal konten. Kalau jadi lucu-lucuan enggak jelas, itu kan bukan aku ya. Aku masih pengin tetep sebagai Astrid. Itu yang kadang-kadang suka berseberangan sama tim aku sendiri juga. Ada baik buruknya ya… Baiknya, kita jadi belajar banyak. Harus menyesuaikan, tapi jangan sampai kebablasan. Penginnya, tetap karya yang ditonjolkan.